PKS NEWS UPDATE

Jiddiyah Ciri Kader Militan

Tujuan da’wah jangka panjang adalah khilafah fil ‘ardl. “Memimpin dunia.” Untuk mencapai cita-cita besar itu diperlukan umat yang kuat dan hebat berbasis pada kader-kader militan yang bercirikan penuh keseriusan. Mereka mengutamakan kerja daripada hanya sekedar pandai mengkritik, berinisiatif daripada hanya menunggu perintah, memahami betul apa tugas dan perannya dalam hidup ini, dengan disertai usaha maksimal disertai dengan pendekatan diri kepada Allah dalam rangka meraih bimbingan dan pertolongan-Nya. 

Definisi jiddiyah adalah: menjalankan tugas-tugas syar’i, tarbawi, tanzhimi, dengan cepat, tabah, mengerahkan seluruh potensi secara maksimal serta dapat mengatasi hambatan yang dihadapinya demi terlaksananya tugas tersebut secara optimal.

Syarat-Syarat Jiddiyah
Dari definisi di atas, maka jiddiyah memiliki 5 syarat:
  1. Al-istijabah al-fauriyah (responsif)
  2. Al-azmul Qowiy (kesungguhan yang kuat)
  3. Al-mutsabarah (tabah dan ulet)
  4. Taskhiru kullil imkanat (mengerahkan seluruh potensi)
  5. Mughalabatul ‘adzar (dapat mengatasi segala permasalahan hidup)

Ciri-ciri Jiddiyah:
  1. Menjaga dan memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang positif dan berguna untuk dakwah.
  2. Menghindari dari banyak bergurau dan bercanda. Di antara wasiat Imam Al-Banna adalah: “Janganlah kamu bercanda karena umat yang sedang berjihad tidak mengenal canda. Demikian juga dengan Sholahuddin Al-Ayyubi yang berkata: “Sungguh saya malu kepada Allah melihat saya tertawa sementara Baitul Maqdis sedang berada dalam genggaman orang-orang salibiyin. 
  3. Memilih azimah ‘idealisme’ yang berat dan tifak memilih kemudahan-kemudahan karena dakwah tidak tegak di atas rukhsah. 
  4. Melaksanakan tugas dengan segera, tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok, tidak lambat dan tidak malas. 
  5. Selalu mengintrospeksi diri, memperbaharui janji kepada Allah dan selalu istighfar serta taubat atas segala dosa dan kesalahan. 
  6. Dalam kondisi siaga selalu menanti perintah.
Ikhwah fillah, jadilah aktivis harokah dan praktisi dakwah. Jadilah orang yang terlibat di dalamnya, bekerja secara produktif. Dan jangan menjadi orang yang pandai mengkritik. 

Ustadz Abdul Muiz M.A.
[islamedia]

Bagaimana Rasulullah Menanggapi Fitnah?

Di Masa Sekarang, fitnah berupa berita bohong (haditsul ifki) mudah sekali ditemui di dalam kehidupan kita. Fitnah ini dapat menimpa siapa saja dan organisasi apa pun. Bahkan, dengan berkembangnya media, berita ini lebih mudah untuk tersebar. Dalam menghadapi haditsul ifki ini, seorang muslim hendaknya memperhatikan Uswah kita, Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa Salam.
 
Pada masa kenabian, didapati haditsul ifki yang mengguncangkan umat Islam di Madinah. Haditsul Ifki ini menimpa Ummahatul Mukminin, A'isyah RadhiyAllaahu 'anhaa. Hadistul ifki ini akhirnya dapat diselesaikan setelah Allah menurunkan surat An Nuur berkaitan dengan haditsul ifki.
 

Apa pelajaran yang dapat kita ambil dr peristiwa itu? Di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka adalah kewajiban pokok yg dtunaikan kaum muslimin. Inilah yang dilakukan oleh para Shahabat yang masih terjaga hatinya oleh Allah. Ketika fitnah menyerang, para shahabat bershabar dan tidak menyebarkan tuduhan yang baru sebatas prasangka tersebut. Siap para tokoh penyebarnya? tidak lain adalah para munafiqin. Yang lebih mengagetkan, ada juga kaum muslimin (mungkin karena akidah yang lemah) yang tanpa sengaja ikut menyebarkan berita bohong tersebut. 
  2. Jangan menerima isu begitu saja. Setiap tuduhan harus disertai dengan bukti dan saksi. Jika tuduhan masih bersifat prasangka, lebih baik kita diamkan, tidak menerimanya dan tidak menyebarkannya. Mengenai tuduhan harus disertai saksi maka hal ini tertulis di surat An Nur ayat 13 (salah satunya).
  3. Timbanglah secara cermat dalam menilai benar tidaknya suatu isu. Timbangkan masak-masak apakah yang dituduhkan benar atau salah. Bandingkan pribadi orang yg diisukan dengan diri sendiri. Jika orang yang diisukan harusnya lebih sholeh dari kita, maka kita perlu melakukan tabayyun terlbih dahulu. ketika ditanya mengenai isu yang menimpa Ibunda A'isyah Radhiyallaahu 'anhaa, Sahabat Ayub Al Anshari radhiyAllaahu 'anhu menjawab pertanyaan istrinya secara diplomatis, yaitu dengan cara membandingkan kesholehan dirinya dengan kesholehan Ibunda A'isyah, jadi tidak mungkin  Ibunda A'isyah melakukan perbuatan keji tersebut.
  4. Jangan biarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dlm menyelesaikan tersebarnya kabar bohong. Contoh terpuji di sini adalah Zainab binti Jahsyi radhiyAllaahu 'anhaa, ummahatul mukminin.Ketika fitnah menyebar, beliau diam dan masih berkhusnudhon. A'isyah Radhiyallaahu 'anhu pun memuji sikap dari Ibunda Zainab tersebut.Jika nafsu ikut campur, ketika berita bohong menimpa Ibunda A'isyah, maka para madunya akan dengan mudahnya menyebarkan berita bohong tersebut.
  5. Beban terberat dlm menghadapi haditsul ifki adalah sikap yg mesti diambil oleh orang yg diisukan. Jangan sampai membalas berita bohong dengan berita bohong lainnya. Jangan melanggar kehormatan orng lain. Contoh yg baik adalah sikap Rasulullah SAW dan keluarga Abu Bakar. Rasulullah sebagai suami dari seorang istri yang diisukan, sekaligus sebagai pemimpin dari Umat Islam saat itu. Maka, Rasulullah memilih tidak membahas isu ini sedikitpun. Rasulullah hanya mendiamkan Ibunda A'isyah dan tidak mengambil tindakan menghukumnya karena ketidak jelasan isu tersebut. Keluarga Abu Bakar, sebagai korban, melakukan tindakan diam, tidak membalas isu tersebut dengan kebohongan yang lain, tidak melanggar kehormatan orang lain pula. A'isyah sendiri memilih mengadu kepada Allah dan bershabar menunggu keputusan dari Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa salam. 
  6. Menghukum orang yg terperdaya dan terlibat dlm menyebarkan fitnah. Setelah ayat turun, maka Rasulullah mengumumkan bahwa A'isyah tidak bersalah dan melakukan pemeriksaan yang teliti terhadap sumber dari fitnah tersebut dan para penyebar utama dari berita bohong tersebut. Tentu harus dilakukan pemeriksaan dengan sangat teliti.
[Diambil dari Fiqhush Shirah Manhaj Haroki dan sirah Nabawiyah syeikh Safy Al Rahman Al Mubarakfuri]

Maka berhati-hatilah terhadap suatu kabar burung. Tabayyun adalah salah satu prosedur wajib yang dituntunkan. Tabayyun juga didapatkan pada peristiwa pengumpulan zakat dari Bani Mustaliq,  dan ada pembawa berita yang keliru menyampaikan berita, sehingga turun surat Al-Hujurat ayat  6.

Wallaahu a'lam

sumber : aliannashir

Opick dan Padli Padi Gelar Konser Peduli Gaza

Penyanyi Opick dan Fadli "Padi" akan menggelar konser kemanusiaan Peduli Palestina, Minggu (19/5/2013) di Bandar Lampung.

Konser ini akan berlangsung Graha Mandala Alam, Bandar Lampung. " Bandar Lampung adalah kota ke-29 yang kami kunjungi dalam rangkaian konser yang diadakan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) ini," ujar Afwan Riyadi, Humas KNRP Pusat, dalam keterangan persnya, Kamis (16/5/2013).

Penyanyi religius Opick belum lama ini telah berkunjung ke Gaza, Palestina, terkait konser itu.

"Pada bulan April silam kami menggelar konser serupa di Kairo dan Alexandria, Mesir, untuk penggalangan dana bagi Palestina. Setelah itu, kami bersama-sama berkunjung ke Gaza untuk menyalurkan bantuan yang sudah digalang selama ini," ujar Afwan Riyadi.

Selain Opick, konser ini juga menghadirkan Fadli (vokalis grup band PADI), rapper Ebieth Beat A dan grup nasyid Izzatul Islam.

"Target kami bisa menghadirkan 4.000 penonton karena konser ini gratis dan terbuka untuk umum. Siapa saja boleh hadir," ujarnya.

Dalam konser ini akan diadakan kegiatan penggalangan dana untuk rakyat Palestina. Target dana yang dikumpulkan di Bandar Lampung ini adalah sebesar Rp 3 miliar.

Selain menggelar pertunjukan musik, konser ini juga diisi dengan orasi dari Syaikh Hassan Mohamed Ahmed yang datang langsung dari Palestina untuk mengabarkan kabar terakhir kondisi rakyat disana. Juga, akan ditayangkan berbagai video mengenai Palestina.[kompas]

Kronologi Wartawan Preman di KPK Mengroyok 2 Pengawal Ustadz Hilmi Aminuddin

Ustadz Hilmi (UH) keluar dari ruangan KPK kira-kira pada jam 15.00 WIB. Namun Tim pengamanan tidak bisa menjemput UH dari lobby karena puluhan wartawan sudah memenuhi dan mencegat di depan pintu, sepanjang kiri kanan railing dan di bawah tangga. Upaya untuk mencari akses jalan alternatif gagal karena UH hanya boleh keluar dari pintu yang sudah dikerubuti wartawan.
 
Petugas security KPK tidak berusaha mengantisipasi dan mencegah kekacauan, hanya mengantar Ustadz Hilmi sampai railing pintu masuk. Ketika mobil penjemput sudah bersiap di depan pintu, tim pengamanan yang ada di luar berinisiatif membuka kerumunan wartawan, agar UH tidak terdesak dan terbentur kamera dan mikrofon wartawan.
Namun tim pengamanan yang berada di luar kerumunan terhalang puluhan wartawan yang tidak terkendali dan terus merangsek dan mengepung UH. Beberapa wartawan bahkan menerobos railing dan membuat UH semakin terdesak.

UH tertahan dihadang wartawan. Sempat berbicara, direkam, difoto dan disorot kamera. UH dengan susah payah menuruni tangga, namun terus didesak. Akhirnya terjadi saling desak karena tim pengamanan berusaha memberi jalan agar UH sampai ke mobil.
Wartawan semakin provokatif, dengan kata-kata makian maupun dengan tendangan kaki. Mereka juga berteriak copet.copettt. Ada juga yg berteriak "sikaat... hajaar... Apa lu ini bukan markas elu".

Pertanyaan wartawan juga kasar, "Waktu diperiksa, Ustadz Hilimi terkencing-kencing nggak?" Dan pertanyaan-pertanyan lain yang menyudutkan. Kameramen dan fotografer makin kalap menyorotkan kamera sambil beteriak-teriak, menunjuk-nunjuk, menendang, menyodok dan membenturkan kamera, tripod dan mikrofon kepada tim pengamanan yang berusaha memberi jalan UH. Beberapa orang berbaju batik yang merekam dengan BB juga berteriak-teriak, dicurigai sebagai provokator. Tim pengamanan yang mencoba membuka jalan dari belakang wartawan dan berusaha menembus kerumunan namun dipukuli puluhan kali dengan mikrofon maupun dengan kamera. 

Tim pengamanan juga terpaksa melompat railing karena ingin menyelamatkan UH. Karena kalo dibiarkan UH bisa jatuh di undak-undakan, atau terbentur kamera dan mikrofon yang semakin merangsek.Tim pengaman mencoba persuasif, "tolong hoi ini orang tua!" dll. Agar wartawan minggir dan tidak menghalangi pintu mobil. Petugas pengamanan terus berusaha membuka pintu dengan susah payah. Akhirnya pintu bisa dibuka, ustadz masuk mobil dan meninggalkan KPK. 

Namun tiba2 terjadi kekacauan. Wartawan melampiaskan kemarahannya secara membabi buta. Seorang anggota tim pengamanan bernama RN dipukul kamera (kena bibir atas), diteriaki, ditendang dan dipukuli puluhan wartawan. RN mengalami luka di bibir atas serta memar di jari tangannya (karena menangkis dan melindungi kepalanya).
RN beberapa kali jatuh terduduk dan melindungi kepalanya. Para wartawan berteriak-teriak dengan kasar, menyebut anjing dll.

RN lari karena keselamatannya terancam. RN sempat beberapa kali jatuh, ditendang, dipukul dan diinjak-injak. TF berusaha melindungi RN, namun juga kena pukul dan tendangan.
RN diselamatkan dan dilindungi oleh petugas kepolisian berpakaian preman dan dibawa ke pos security Jasa Raharja di samping Gedung KPK. RN didampingi kawan-kawannya dibawa ke Polsek Setiabudi, bukan untuk ditahan tetapi dimintai keterangan dan akan dibantu kalau akan melakukan penuntutan. 

Awalnya petugas polisi mengira kalau RN dkk ini adalah aparat. Namun dijelaskan bahwa mereka adalah tim pengamanan PKS. Akhirnya RN dkk diizinkan pulang. Sempat beredar kabar bahwa yang terjadi adalah wartawan dikeroyok tim pengawal UH. Namun faktanya adalah wartawan sudah menunjukkan puncak kebenciannya dan melakukan tindakan premanisme yang memalukan.


Lihatlah, begitu benci dan marahnya wartawan preman itu kepada kader PKS, masihkah kita mempercayai hasil berita mereka yang selalu memojokkan PKS? Karena kabar kebencian pasti menghasilakan berita yang menyesatkan. (berbagai sumber/suaranews)

Razia Agustus Sukiman: Sebuah Catatan Ringan Buat Kondisi PKS Terkini

Oleh: Ragil Nugroho

Apa yang terjadi pada PKS [Partai Keadilan Sejahtera] saat ini mengingatkan pada peristiwa “Razia Agustus Sukiman” 1951—sebuah kejadian untuk menjegal konsolidasi PKI [Partai Komunis Indonesia]. Bisa jadi “razia” terhadap orang-orang PKS akan terus berlanjut: besok, misalnya, Anis Matta ditangkap, lusa Hilmi Aminuddin, minggu depan Fahri Hamzah atau yang lain. Pada titik ini mungkin pengalaman PKI menghadapi situasi krusial bisa menjadi referensi bagi PKS.

Setelah dipukul secara politik dengan episode ditangkapnya Luthfi Hasan oleh KPK, PKS mampu berkonsolidasi dan bangkit. Dalam Pilkada di dua propinsi besar di Indonesia—Jawa Barat dan SumateraUtara—PKS bisa muncul sebagai jawara. Kini PKS berusaha digodam lagi melalui kasus Acmad Fathanah—persis mendekati Pilkada di Jawa Tengah. Pun, tahun 1951 PKI digencet habis-habisan oleh kabinet Sukiman. Setelah berhasil menata diri setelah diporak-porandakan pada Peristiwa Madiun 1948, PKI lewat Aidit dan Politbiro berhasil memperkuat partai. Tatkala usaha itu baru berjalan, PKI dikejar-kejar atas tuduhan palsu dengan sebuah kejadian yang kemudian bermuara pada “Razia Agustus Sukiman”.

Apa sebenarnya “Razia Agustus” itu? Dan, bagaimana PKI menghadapi situasi krisis itu?
Berikut uraiannya:

Usaha untuk menjegal PKI tak pernah putus-putusnya. Setelah “teror putih” Madiun 1948 yang dilakukan oleh kabinet Hatta, PKI kembali dihadapkan pada usaha kabinet Sukiman untuk “menggangu” konsolidasi partai. Kabinet Sukiman-Suwiro [terkenal dengan sebutan kabinet Su-Su] menandatanggani perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu berkaitan dengan Perang Korea yang sedang memanas. Pada saat itu Amerika mendukung Korea Selatan.

Perang Korea tidak bisa dilepaskan dari situasi Perang Dingin yang melibatkan AS dan Uni Soviet. Sebagai bentuk kesetian pada AS, agar terlihat anti kiri kabinet Sa-Su melakukan penangkapan secara membabi buta terhadap orang-orang komunis. Penangkapan tersebut didasarkan pada tuduhan palsu, yakni aksi penyerbuan sekelompok pemuda berkaos “Palu-Arit” ke kantor polisi di Tanjung Periuk. Atas tuduhan rekayasa tersebut orang-orang PKI secara liar. Kurang lebih 2.000 orang yang dianggap komunis ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Tak mengejutkan memang. Dalam operasi gadungan tersebut banyak sekali terjadi kesalahan dalam penangkapan. Peringkusan atas diri Abdulah Aidit—ayah DN AIdit—merupakan kekeliruan paling menggelikan dan koyol. Abdullah Aidit merupakan anggota DPR dari fraksi Masyumi [satu partai dengan Sukiman sendiri]. Hanya karena sama-sama ada kata “Aidit” di namanya, ia ditangkap. Sutan Syahrir [musuh politik PKI], Ang Yan Gwan pendiri Suratkabar Sin Po dan Siauw Giok Tjhan, juga ditangkap padahal tidak ada hubungannya dengan PKI. Mereka ikut disapu bersih hanya karena disangkutpautkan dengan PKI.

Mengapa di muka disebut “tuduhan palsu” terhadap PKI? Ketika digelar pengadilan secara terbuka terhadap tokoh-tokoh yang ditangkap, tuduhan bahwa PKI menjadi dalang dalam “aksi Tanjung Priok” tak pernah terbukti. Bahkan ketika Kabinet Su-Su akhirnya jatuh, terkuak bahwa “Razia Agustus” dilakukan sebagai balas budi terhadap Amerika atas bantuan yang diberikan, dan “aksi Tanjung Priok” hanya buatan mereka sendiri. Sebuah rekayasa yang memang digunakan untuk menghancurkan PKI yang tengah membangun organisasinya.

Walaupun pimpinan PKI seperti DN Aidit lolos dari penangkapan, “Razia Agustus” sempat menggoyahkan partai karena banyak kader-kader terbaik di daerah ditangkap.  Dalam tulisan Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia [tulisan ini dibuat tahun 1954], Aidit mengakuinya:

“Razia Agustus Sukiman tahun 1951 merupakan ujian yang berat bagi Partai kita, karena peristiwa ini terjadi ketika Politbiro yang dipilih dalam bulan Januari 1951 baru saja enam bulan mulai dengan pekerjaannya mengonsolidasi Partai dan terjadi dalam keadaan di mana hubungan Partai belum erat dengan massa, terutama dengan massa kaum tani.”

Tapi Aidit dan Politbiro PKI tak lintang pukang. Kekuatan partai segera direkatkan kembali. PKI bekerjasama dengan kekuatan nasionalis anti Amerika mengisolasi kabinet Sa-Su. Aliansi yang digalang PKI akhirnya berhasil merobohkan kabinet Sa-Su sehinga “Razia Agustus” tidak berhasil membuat mesin partai rusak lebih parah. Artinya, PKI tidak tinggal diam, tapi melawan kekuatan anti-demokrasi yang akan menghancurkan partai. Keberhasilan ini menumbuhkan kepercayaan diri pada kader-kader PKI yang sebelumnya tertekan karena diburu-buru. Aidit menuliskan sebagai berikut:

“Beberapa anggota yang pada permulaan Razia Agustus agak panik karena ingat kembali akan keganasan kaum reaksioner ketika “Peristiwa Madiun”, yang dikiranya akan terulang lagi dengan Razia Agustus, timbul kembali keberanian dan kegembiraannya. Sukiman tidak berhasil menciptakan “Peristiwa Madiun” kedua, karena di mana-mana ia tertumbuk pada kekuatan demokratis.”

Sudah tepat PKS melakukan perlawan yang gigih terhadap lawan-lawan politiknya. Demokrasi liberal tak ubahnya medan pertarungan para Gladiator. Sudah sewajarnya siap berlawan kapan saja. Hanya saja kekurangan PKS sepertinya terletak pada belum berhasilnya membangun kekuatan yang lebih luas dengan kelompok-kelompok lain. Terlihat PKS sendirian. Yang dihadapi PKS merupakan kekuatan politik yang sudah menjangkar kuat sejak Orde Baru dan menguasai jaringan media yang luas. Mereka terus menerus menggiring opini sampai pada usaha untuk pembubaran PKS [PKS perlu berhati-hati dengan media yang dikelola jebolan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Media inilah selain media tentara yang telah menfitnah PKI habis-habisan sehingga berujung pada pembantaian jutaan orang-orang komunis yang tak bersalah paska tragedi 1965]. Giringan pembubaran partai ini sama persis dengan tindakan yang dilakukan kekuatan anti demokrasi pada tahun 1965 yang terus menerus berupaya agar PKI dibubarkan. Tak bisa lain, usaha pembubaran partai seperti itu mesti dilawan. Di sinilah PKS perlu mengajak kekuatan lain untuk menghadapinya.

Terhadap kerusakan organisasi sebagai akibat dari “Razia Agustus”, PKI mengambil dua langkah. Pertama, melakukan kritik oto kritik alias melakukan evaluasi diri. Langkah ini dilakukan dengan:

“Atas petunjuk-petunjuk Politbiro Sentral Komite, dihidupkan demokrasi intern Partai serta kritik dan selfkritik. Sesudah melalui proses kritik dan selfkritik dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai, keberanian dan kegembiraan bekerja timbul kembali di semua organisasi Partai.”

PKS sudah sewajarnya melakukan apa yang dilakukan PKI: kritik dan self kritik. Ini penting agar orang-orang seperti Acmad Fathanah tidak bisa masuk dalam lingkaran partai. PKS perlu self kritik bahwa partai kurang waspada terhadap orang-orang yang mempunyai potensi akan merusak partai dari dalam. Apabila hal seperti itu tidak diatasi dengan segera, maka lawan politik akan dengan senang hati menggunakannya sebagai senjata. Dalam situasi yang semakin mendidih menjelang Pemilu 2014, kesalahan sekecil biji sawi bisa digunakan untuk menghancurkan partai. Kritik dan self kritik juga penting seperti yang dikatakan Aidit, yakni guna menumbuhkan dikalangan kader: keberanian dan kegembiraan bekerja. Ini penting karena bagaimanapun kader merupakan tulangpunggung partai.

Kedua, yang dilakukan PKI guna memperbaiki organisasi setelah “Razia Agustus” adalah  penguatan ideologi para kader. Aidit menuliskan langkah itu sebagai berikut:

“Usaha memperkuat ideologi anggota Partai untuk pertama kalinya dalam sejarah Partai kita dimulai dalam Razia Agustus dengan apa yang dinamakan ‘diskusi teori’ yang diadakan secara periodik, di samping apa yang dinamakan ‘diskusi tentang pekerjaan praktis’ yang juga dilakukan secara periodik di dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai.”

Tujuan serangan musuh selain untuk membuat partai terpojok secara politik juga mengkondisikan agar kader-kader partai demoralisasi [patah semangat]. Para lawan-lawan politik PKS tentu berharap pukulan mereka yang bertubi-tubi dengan mengeksploitasi Fathanah, misalnya, yang digambarkan dekat dengan pimpinan partai dan mimiliki moral yang “cacat” karena berhubungan dengan perempuan-perempuan yang dikesankan “tidak baik”, akan membuat kader partai demoralisasi.

Lawan politik tahu bahwa salah satu kekuatan PKS terletak pada kader-kader partai yang militan. Lawan politik PKS ingin menunjukkan: “Itu lho pimpinamu bejat. Kalian hanya ditipu saja selama ini. Kalian disuruh berjuang sementara pimpinanmu asyik masyuk dengan para perempuan.” Tak mengherankan kalau opini semacam itu terus diolah dari detik ke detik. Cara-cara semacam itu paling kotor karena menjadikan perempuan senjata untuk menyerang lawan politik, telah meletakkan perempuan dalam derajat terendah: menjadikannya tumbal dan permainan politik.

Bila opini yang dikembangkan musuh bisa membuat kader demoralisasi, maka akan dianggap sebagai sebuah keberhasilan maha besar. Nah, di sinilah apa yang dilakukan PKI dengan mengadakan “diskusi teori” menjadi penting artinya. Tujuannya agar selain para kader bisa meningkat kemampuan teoritisnya—yang sangat dibutuhkan untuk kerja-kerja pengorganisiran—juga bertujuan supaya para kader tidak mudah termakan propaganda lawan. Ibaratnya, penguatan ideologi merupakan perisai. Jangan sampai sibuk menangkal serangan lawan sehingga lupa memperkuat perisai dikalangan kader. Lawan akan tertempik sorak ketika para kader PKS tercerai berai secara ideologi dan tidak melakukan kerja-kerja pengorganisiran. Adalah benar menangkal serangan lawan, tapi konsolidasi ideologi tak bisa ditanggalkan.

Di sini bisa diambil titik simpul: yang dilakukan PKI tepat. “Razia Agustus” yang sempat membuat partai limbung bisa diatasi melalui tahapan-tahapan kerja seperti yang telah diuraikan di muka. Sebagai buktinya, PKI berhasil masuk 4 besar dalam Pemilu 1955. Kalau PKS bisa melewati situasi krusial seperti PKI, maka tidak menutup kemungkinan target menjadi 3 besar dalam Pemilu 2014 akan bisa tercapai. Semuanya tergantung pada PKS sendiri.***

Lereng Merapi. 12.05.2013


*http://tikusmerah.com/?p=587

KABAR DARI DAERAH

KABAR DARI CABANG

 

© Copyright PKS Lampung Timur | Situs Resmi DPD PKS Lampung Timur 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.