Vietnam
sukses memberikan perlawanan kepada AS. Tidak sedikit sejarawan yang
mengatakan perang vietnam adalah kemenangan bagi laskar Vietcong dan
kekalahan bagi militer AS - bahkan terbesar dalam sejarah peperangan
mereka. Catatan penting bagi kemenangan itu adalah pasukan Vietcong
sukses menerapkan strategi perang gerilya yang mereka pelajari dari
buku Fundamentals of Guerilla Warfare (Pokok-pokok Perang Gerilya),
karangan Jendral AH. Nasution.
Vietnam
memang tidak punya pilihan lain. Selain jumlah personil yang terbatas,
minim dan sederhananya peralatan tempur membuat mereka tidak mungkin
‘head to head‘ dalam menghadapi kekuatan raksasa militer AS dan
sekutu-sekutunya yang baru saja memenangkan Perang Dunia 2. Dengan
memanfaatkan penguasaan atas kondisi demografi dan geografi Vietcong
melakukan gerilya, membuat tentara AS seperti menghadapi pasukan hantu.
Keluar
masuk hutan; menyergap di malam hari; menyamar menjadi rakyat biasa;
melukai bukan membunuh (strategi 1-3, lukai 1 orang, 2 orang akan
menjadi sibuk untuk mengusung). Serangan melalui kelompok-kelompok
kecil terus menerus dilakukan dan terorganisir dengan rapi. Militer AS
dilanda jenuh, frustasi, demoralisasi dan tidak berhasrat melanjutkan
pertempuran.
Carrefour vs Indomaret -> 1-1
Sekitar 6
atau 7 tahun yang lalu, pemain-pemain bisnis retail dikejutkan dengan
kehadiran Carrefour yang merampok pasar mereka dan menyebabkan
kegoncangan usaha. Yuki, Macan, Makro, Hero yang terlihat sangat mapan
harus gulung tikar karena customer mereka beralih ke Carrefour yang
hadir menawarkan konsep bisnis retail ‘RAKSASA’. Lengkap, BESAR dan
murah.
Carrefour
sukses mencaplok pasar retail yang beragam. Tua, muda, kaya, menengah,
Unsegmented. Berbagai cara coba dilakukan; rebranding-repositioning;
tetapi pemain-pemain lama hanya bisa gigit jari, menyaksikan
kasir-kasir mereka semakin sepi dan akhirnya harus ditutup. Perang
‘head to head‘ dengan Carrefour berarti mati.
Sampai kemudian hadirlah Indomaret…
Indomaret
nampaknya paham betul, bahwa perang melawan Carrefour ibarat perang
Vietnam. David dan Goliath. Maka menghadapi raksasa ini tidak bisa
perang tanding satu lawan satu. Maka Indomaret melakukan perang
gerilya. Mereka menciptakan puluhan, ratusan bahkan ribuan gerai
Indomaret kecil. Ya.. kecil, 2 atau 3 ruko, disulap menjadi 1 gerai
Indomaret. Tetapi ada dimana-mana. Dikendalikan dan diorganisir dengan
ketat dan rapi. Hasilnya… gerai-gerai kecil Indomaret sukses
mengimbangi raksasa Carrefour dan masih bertahan hingga kini. Skor
masih remis.
Strategi media PKS (PKS vs …. -> .. - ..)
PKS
nampaknya cukup jeli melihat situasi. Menilik 2 contoh di atas, PKS
sadar; di satu sisi melawan raksasa media semacam TV One, Metro TV, MNC
Group, Trans Corp + detik.com tidak mungkin ‘head to head‘ karena
mereka akan kalah, di sisi lain PKS butuh media untuk memberitakan
aksi-aksinya atau mengcounter berita negatif dari media lain. Apa yang
dilakukan PKS?
Ya… PKS melakukan Perang Gerilya Media.
PKS punya
kader-kader muda yang cukup melek teknologi karena secara usia memang
mereka besar di era ini. Mereka hidupkan media-media online atas nama
PKS baik itu level Pusat, Wilayah sampai Kecamatan. Yang paling dikenal
adalah pkspiyungan.org, pks.or.id, pkssumut.or.id, tak ketinggalan pula
pksnongsa.org dan ratusan situs-situs PKS lainnya. Belum lagi
media-media islam yang terlihat pro PKS seperti dakwatuna.com,
islamedia.web.id, dan masih banyak situs-situs bertema umum yang punya
pengunjung/pembaca cukup banyak. Seperti piyungan.org yang menampilkan
jumlah viewernya yang mencapai 18 juta dan terus bergerak setiap hari.
Serbuan situs-situs kecil ini ibarat serbuan Vietcong kepada tentara AS atau Indomaret kepada Carrefour. Banyak tapi kecil-kecil, membingungkan, cukup survival. Belum lagi sebagaimana dikatakan Fahri Hamzah di acara Mata Najwa (Metro TV, 10/04/2013), sebanyak 500ribu kader PKS di minta buat akun di sosial media, baik itu facebook maupun twitter.
Sehingga
penyebaran informasi bisa sangat massif. Pidato Presiden PKS Anis Matta
di Medan, misalnya langsung diposting di tiap-tiap situs PKS, lalu
disebar oleh akun-akun kader mereka. Jika 10% saja dari kader PKS punya
friend atau follower sebanyak 4.000, maka akan ada potensi penyebaran
informasi ke 200 juta akun. Tidak ada media besar yang bisa diandalkan
PKS, tetapi dengan metode guerilla warfare atau ‘keroyokan’ begini,
PKS cukup sukses melakukan penyebaran informasi atau counter opini atas
media-media besar.
Contoh ketika Tempo memberitakan dugaan korupsi Aher terhadap dana Bank Jabar, tim sosial media PKS rame-rame memberitakan puluhan prestasi Aher. Contoh lain ketika ada isu LHI mengirim SMS dari penjara, kader PKS dengan cepat melakukan klarifikasi melalui twitter, diberitakan oleh situs-situs online PKS dan disebar oleh seluruh kader. Memang, belum ada riset resmi untuk mengkaji hal ini. Tetapi paling tidak, para kader dan simpatisan PKS cukup well informed terkait dengan perkembangan PKS dengan hanya mengandalkan situs-situs di bawah kendali mereka. Dan selanjutnya mereka melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas isu-isu yang berkembang.
Ini agak
sulit ditiru oleh Partai lain. Selain karena basis dukungan bukan
melalui kader, partai lain umumnya di dominasi oleh kader yang tidak
lagi muda. Dan sudah tidak terlalu menikmati riuhnya dunia sosial media.
Lalu akan menjadi berapakah skornya dalam pertempuran ini?
Well, mari kita nantikan.
Judul: Perang Gerilya di Ranah Media al PKS
Oleh: Razas Ms
* Sumber: Kompasiana/Suaranews